Ketrampilan
Dasar Keperawatan
Pemeriksaan
Feses
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh
manusia melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang
sistem saluran pencernaan (tractus digestifus). Pengertian tinja ini juga
mencakup seluruh bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk
karbon monoksida (CO2) yang dikeluarkan sebagai sisa dari proses pernafasan,
keringat, lendir dari ekskresi kelenjar, dan sebagainya (Soeparman, 2002:11).
Dalam keadaan normal dua pertiga tinja terdiri dari air dan sisa makanan,
zat hasil sekresi saluran pencernaan, epitel usus,bakteri apatogen, asam lemak,
urobilin, gas indol, skatol dan sterkobilinogen. Pada keadaan patologik seperti diare didapatkan peningkatan sisa makanan
dalam tinja, karena makanan melewati saluran pencernaan dengan cepat dan tidak
dapat diabsorpsi secara sempurna.
Bahan pemeriksaan tinja sebaiknya berasal dari defekasi spontan, jika
pemeriksaan sangat diperlukan contoh tinja dapat diambil dengan jari bersarung
dari rektum. Untuk
pemeriksaan rutin dipakai tinja sewaktu dan sebaiknya tinja diperiksa dalam
keadaan segar karena bila dibiarkan mungkin sekali unsur unsur dalam tinja
menjadi rusak. Pemeriksaan tinja terdiri atas pemeriksaan makroskopik,
mikroskopik dan kimia.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana mekanisme
pengeluaran feses?
2. Bagaimana
cara melakukan pemeriksaan feses?
3. Apa saja
penyakit yang dapat diketahui melalui pemeriksaan feses?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui mekanisme pengeluaran feses.
2. Untuk
mengetahui cara melakukan pemeriksaan feses.
3. Untuk
mengetahui penyakit yang dapat diketahui melalui pemeriksaan feses.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tinja
Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh
manusia melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang
sistem saluran pencernaan (tractus digestifus). Pengertian tinja ini juga
mencakup seluruh bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk
karbon monoksida (CO2) yang dikeluarkan sebagai sisa dari proses pernafasan,
keringat, lendir dari ekskresi kelenjar, dan sebagainya (Soeparman, 2002:11).
Feses
(tinja) juga merupakan hasil pemisahan dan terdiri dari : sisa – sisa makanan;
air; bakteri; zat warna empedu.
Ø Perkiraan
Komposisi Tinja tanpa Air Seni
Komponen
|
Kandungan
(%)
|
Air
Bahan
organik (dari berat kering)
Nitrogen
(dari berat kering)
Fosfor
(sebagai P2O5) (dari berat kering)
Potasium
(sebagai K2O) (dari berat kering)
Karbon
(dari berat kering)
Kalsium
(sebagai CaO) (dari berat kering)
C/N rasio
(dari berat kering)
|
66-80
88-97
5,7-7,0
3,5-5,4
1,0-2,5
40-55
4-5
5-10
|
Ø Kuantitas
Tinja dan Air Seni
Tinja/Air Seni
|
Gram/orang/hari
|
|
Berat Basah
|
Berat Kering
|
|
Tinja
|
135-270
|
35-70
|
Air Seni
|
1.000-1.300
|
50-70
|
Jumlah
|
1.135-1.570
|
85-140
|
2.2 Mekanisme Defekasi
1. Pengertian
Defekasi
Defekasi adalah pengeluaran feses dari
anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement.Frekuensi defekasi pada
setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali
perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang
peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris
dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi. Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :
a. Refleks defekasi instrinsik
a. Refleks defekasi instrinsik
Ketika feses masuk kedalam rektum,
pengembangan dinding rektum memberi gelombang peristaltik pada kolon desenden,
kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus.
Begitu gelombang peristaltik mendekati anus,spingter anal interna tidak menutup
dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
b. Refleks defekasi parasimpatis
b. Refleks defekasi parasimpatis
Ketika serat saraf dalam rektum
dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord dan kemudian kembali ke kolon
desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini
meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan
meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet
atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.
2. Mekanisme
Defekasi
Usus
besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum. Dalam keadaan normal,
setiap harinya, kolon menerima sekitar 500 Ml kimus dari usus halus melalui
katup ileosekal dengan waktu yang dibutuhkan 8-15 jam. Oleh karena sebagian
besar pencernaan dan penyerapan berlangsung di usus halus, maka kolon yang
menerima residu makanan yang tidak dapat dicerna seperti selulosa. Selulosa dan
bahan lain yang tak dapat dicerna akan keluar sebagai feses.
Gerakan
kontraksi pada kolon disebut kontraksi haustra yang lama interval antara dua
kontraksi adalah 30 menit, sedangkan usus halus berkontraksi 9-12 kali dalam
semenit. Kontraksi haustra berupa gerkaan maju-mundur yang menyebabkan isi
kolon terpajan ke mukosa absortif yang melibatkan pleksus intrinsik. Kontraksi
lambat ini pula yang menyebabkan bakteri dapat tumbuh subur di usus besar.
Peningkatan
nyata motilitas berupa kontraksi simultan usus besar terjadi tiga sampai empat
kali sehari. Kontraksi ini disebut gerakan massa yang mampu mendorong feses
sejauh sepertiga sampai tiga perempat dari panjang kolon hingga mencapai bagian
distal usus besar, tempat penyimpanan feses.
Refleks
gastrokolon, yang diperantarai oleh gastri dari lambung ke kolon dan saraf
otonom ekstrinsik, terjadi ketika makanan masuk ke lambung dan akan memicu
refleks defekasi. Oleh karena itu, sebagian besar orang akan merasakan
keinginan untuk buang air besar setelah makan pagi. Hal ini karena refleks
tersebut mendorong isi kolon untuk masuk rectum sehingga sehingga tersedia
tempat di dalam usus untuk makanan yang baru dikonsumsi. Selanjutnya, isi usus
halus akan didorong ke usus besar melalui refleks gastroileum.
Gerakan
massa mendorong isi kolon ke dalam rektum sehingga rektum meregang. Peregangan
ini menimbulkan refleks defekasi yang disebabkan oleh aktivasi refleks
intrinsik. Refleks intrinsik, lebih tepatnya pleksus mienterikus, menimbulkan
gerakan peristaltik sepanjang kolon desendens,sigmoid,dan rectum yang memaksa
feses memasuki anus dan membuat sfingter anus berelaksasi.Namun ,defekasi dapat
di cegah hika sfingter anus eksternus yang berupa otot rangka tetap
berkontraksi yang dikontrol secara sadar.Dinding rektum yang semula merenggang
akan perlahan-lahan melemas dan keinginan untuk buang air besar mereda hingga
akhirnya datang gerakan massa berikutnya.
Gerakan pperistaltik yang di picu
oleh refleks intrinsik bersifat lemah.Oleh karena itu terdapat refleks
parasimpatik untuk memperkuatnya.Sinyal dari rektum dilanjutkan terlebih dahulu
ke korda spinalis lalu dikirim balik ke kolon,sigmoid,dan rektum melalui nervus
pelvis sehingga gerakan peristaltik bersifat lebih kuat.Sinyal defekasi yang
memasuki korda spinalis menimbulkan efek lain seperti tarikan nafas
dalam,penutupan glotis,dan kontraksi abdomen mendorong feses keluar.
Pengubahan
Sisa Makanan menjadi Feses (1),(2)
Di dalam usus besar,tidak terjadi
proses pencernaan karena ketiadakan enzim pencernaan dan penyerapan yang
terjadi lebih rendah daripada usus halus akibat luas permukaan yang lebih
sempit.Dalam keadaan normal,kolon menyerap sebagaian garam (NaCl),dan H2O.Natrium
adalah zat yang paling aktif di serap,Cl-secara pasif menuruni gradient
listrik,dan H2O berpindah melalui osmosis.Mulosa,melalui penyerapan
keduanya maka terbentuk feses yang padat. Sekitar 500ml bahan masuk ke
kolon,350 ml di serap dan 150 g feses di keluarkan. Feses terdiri dari 100 g H2O
dan 50 g bahan padat seperti seperti selulosa, bilirubin, bakteri, dan sejumlah
kecil garam. Dengan demikian, produk sisa utama yang diekskresiakn melalui feses
adalah bilirubin, serta makanan yang pada dasarnya tidak dapat diserap oleh
tubuh.
2.3 Interpretasi Hasil
Laboratorium Feses
Pemeriksaan
feses ( tinja ) adalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang telah lama
dikenal untuk membantu klinis menegakkan diagnosis suatu penyakit. Feses adalah
salah satu parameter yang digunakan untuk membantu dalam penegakan diagnosis
suatu penyakit serta menyelidiki suatu penyakit secara lebih mendalam. Meskipun
saat ini telah berkembang berbagai pemeriksaan laboratorium yang canggih, dalam
beberapa kondisi pemeriksaan feses masih sangat penting yang tidak
dapat digantikan oleh pemeriksaan lain. Pengetahuan mengenai berbagai macam
penyakit yang memerlukan pemeriksaan feses , cara pengumpulan sampel yang benar
serta pemeriksan dan interpretasi yang benar akan menentukan ketepatan
diagnosis yang dilakukan oleh klinisi. Feses merupakan spesimen yang
penting untuk diagnosis adanya kelainan pada system traktus gastrointestinal
seperti diare, infeksi parasit, pendarahan gastrointestinal, ulkus peptikum,
karsinoma dan sindroma malabsorbsi.
Pemeriksaan
feses dibagi menjadi 3 macam pemeriksaan yaitu pemeriksaan makroskopis,
mikroskopis dan kimia.
1. Pemeriksaan
makroskopis terdiri dari Pemeriksaan jumlah, pemeriksaan warna, pemeriksaan
bau, pemeriksaan konsistensi, pemeriksaan lendir, pemeriksaan darah.pemeriksaan
nanah, pemeriksaan parasit dan pemeriksaan adanya sisa makanan.
2. Pemeriksaan
mikroskopis feses terdiri dari pemeriksaan terhadap Protozoa, telur cacing,
leukosit, eritrosit, epitel, kristal,makrofag,sel ragi, dan jamur.
3. Pemeriksaan
kimia meliputi pemeriksaan Darah samar, urobilin, urobilinogen dan bilirubin.
1. PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS
Pemeriksaan makroskopik tinja meliputi pemeriksaan jumlah, konsistensi,
warna, bau, darah, lendir dan parasit.
a.
Jumlah
Banyaknya
tinja yang dikeluarkan oleh seseorang ditentukan oleh susunan dan jumlah
makanan yang dipergunakanny, tetapi normalnya 100 sampai 200 gram dalam 24 jam.
Jumlah
pengeluaran tinja dapat berkurang sebagai akibat obstipasiyang dapat
ditimbulkan misalnya oleh tirah baring, susunan makanan yang diberikan kepada
penderita, perubahan cara hidup atau kelainan – kelainan yang terjadi pada usus
penderita.
Frekuensi pengeluaran tinja dalam 24 jam
pada masing – masing orang berbeda – beda. Keteraturan terjadinya pengeluaran
tinja penting artinya.
b.
Konsistensi
Tinja
normal berbentuk padat dan melekat. Kelainan dalam bentuk tinj ini adalah :
1. Encer (diare);
tinja seperti ini isalnya dapat terjadi sebagai akibat penyakit yang menyerang
usus besar atau sebagai akibat radang usus;
2. Keras;tinja
keras dapat terjadi akibat sembelit; kalau keadaan ini berlangsung cukup lama,
maka begitu banyak air yang diabsorpsi dari tinj tersebut, sehingga tinja
menjadi keras, sehingga dinamakan orang tinja batu;
3. Berbentuk panjang
seperti pita; keadaan tinja ini dapat terjadi
sebagai akibat penyempitan dalam usus.
c.
Warna
a.
Tinja normal kuning coklat dan warna ini
dapat berubah mejadi lebih tua dengan terbentuknya urobilin lebih banyak.
Selain urobilin warna tinja dipengaruhi oleh berbagai jenis makanan, kelainan
dalam saluran pencernaan dan obat yang dimakan.
b.
Warna kuning dapat disebabkan karena
susu,jagung, lemak dan obat santonin. Tinja yang berwarna hijau dapat
disebabkan oleh sayuran yang mengandung khlorofil atau pada bayi yang
baru lahir disebabkan oleh biliverdin dan porphyrin dalam mekonium.
c.
Kelabu mungkin disebabkan karena tidak
ada urobilinogen dalam saluran pencernaan yang didapat pada ikterus obstruktif,
tinja tersebut disebut akholis. Keadaan tersebut mungkin didapat pada
defisiensi enzim pankreas seperti pada steatorrhoe yang menyebabkan makanan
mengandung banyak lemak yang tidak dapat dicerna dan juga setelah pemberian
garam barium setelah pemeriksaan radiologik.
d.
Tinja yang berwarna merah muda dapat
disebabkan oleh perdarahan yang segar dibagian distal, mungkin pula oleh
makanan seperti bit atau tomat. Warna coklat mungkin disebabkan adanya
perdarahan dibagian proksimal saluran pencernaan atau karena makanan seperti coklat, kopi dan lain-lain.
e.
Warna coklat tua disebabkan
urobilin yang berlebihan seperti pada anemia hemolitik. Sedangkan warna hitam
dapat disebabkan obat yang yang mengandung besi, arang atau bismuth dan mungkin
juga oleh melena.
d.
Bau
Bau khas
dari tinja disebabkan oleh aktivitas bakteri. Bakteri menghasilkan senyawa
seperti indole, skatole, dan thiol (senyawa yang mengandung belerang), dan juga
gas hidrogen sulfida. Asupan makanan berupa rempah-rempah dapat menambah bau
tinja. Terdapat juga beberapa produk komersial yang dapat mengurangi bau tinja.
Bau
tinja normal yang seharusnya tidak terlalu menusuk hidung dan tidak
menyenangkan. Bau busuk didapatkan jika dalam
usus terjadi pembusukan protein yang tidak dicerna dan dirombak oleh kuman.
Reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacam itu. Tinja yang berbau
tengik atau asam disebabkan oleh peragian gula yang tidak dicerna seperti pada
diare. Reaksi tinja pada keadaan itu menjadi asam.
e.
Darah
Adanya darah dalam tinja dapat berwarna merah muda,coklat atau
hitam. Darah itu mungkin terdapat di bagian luar tinja atau bercampur baur dengan tinja. Pada perdarahan proksimal saluran
pencernaan darah akan bercampur dengan tinja dan warna menjadi hitam, ini
disebut melena seperti pada tukak lambung atau varices dalam oesophagus.
Sedangkan pada perdarahan di bagian distal saluran pencernaan darahterdapat di
bagian luar tinja yang berwarna merah muda yang dijumpai pada hemoroid
atau karsinoma rektum.
f.
Lendir
Dalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lendir dalam tinja.
Terdapatnya lendir yang banyak berarti ada rangsangan atau radang pada dinding
usus. Kalau lendir itu hanya didapat di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi
itu mungkin terletak pada usus besar. Sedangkan bila lendir bercampur baur
dengan tinja mungkin sekali iritasi terjadi pada usus halus. Pada disentri,
intususepsi dan ileokolitis bisa didapatkan lendir saja tanpa tinja.
g.
Parasit
Diperiksa pula adanya cacing ascaris, cacing
pita, larva,batu empedu dan lain - lain yang mungkin didapatkan dalam tinja.
2. PEMERIKSAAN
MIKROSKOPIS
Pemeriksaan mikroskopik meliputi pemeriksaan protozoa, telur cacing,
leukosit, eritosit, sel epitel, kristal dan sisa makanan. Dari semua
pemeriksaan ini yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap protozoa dan telur
cacing.
a. Protozoa
Biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair baru
didapatkan bentuk trofozoit.
b. Telur cacing
Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides, Necator
americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides
stercoralis dan sebagainya.2,3
c. leukosit
Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam seluruh
sediaan. Pada disentri basiler, kolitis ulserosa dan peradangan didapatkan
peningkatan jumlah leukosit.2,3Eosinofil mungkin ditemukan pada
bagian tinja yang berlendir pada penderita dengan alergi saluran pencenaan..
d. eritrosit
Eritrosi thanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum atau anus.
Sedangkan bila lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah hancur. Adanya
eritrosit dalam tinja selalu berarti abnormal.
f. epitel
Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epite lyaitu yang berasal
dari dinding usus bagian distal. Sel epitelyang berasal dari bagian proksimal
jarang terlihat karena sel inibiasanya telah rusak. Jumlah sel epitel bertambah
banyak kalau ada perangsangan atau peradangan dinding usus bagian distal.1-3
g. kristal
Kristal dalam tinja tidak banyak artinya. Dalam tinja normal mungkin
terlihat kristal tripel fosfat, kalsium oksalat dan asam lemak. Kristal tripel
fosfat dan kalsium oksalat didapatkan setelah memakan bayam atau strawberi,
sedangkan kristal asam lemak didapatkan setelah banyak makan lemak. Sebagai
kelainan mungkin dijumpai kristal Charcoat Leyden Tinja LUGOL Butir-butir
amilum dan kristal hematoidin. Kristal Charcoat Leyden didapat pada ulkus
saluran pencernaan seperti yang disebabkan amubiasis. Pada perdarahan saluran
pencernaan mungkin didapatkan kristal hematoidin.2,3
h. Sisa makanan
Hampir selalu dapat ditemukan juga pada keadaan normal, tetapi dalam
keadaan tertentu jumlahnya meningkat dan hal ini dihubungkan dengan keadaan
abnormal. Sisa makanan sebagian berasal dari makanan daun-daunan dan sebagian
lagi berasal dari hewan seperti serat otot, serat elastisdan lain-lain. Untuk
identifikasi lebih lanjut emulsi tinja dicampur dengan larutan lugol untuk
menunjukkan adanya amilum yang tidak sempurna dicerna. Larutan jenuh Sudan IIIatau
IV dipakai untuk menunjukkan adanya lemak netral seperti pada steatorrhoe.2
Sisa makanan ini akan meningkat jumlahnya pada sindroma malabsorpsi.
3. PEMERIKSAAN
KIMIA TINJA.
Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap darah samar. Tes terhadap darah samar untukmengetahui
adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopik atau
mikroskopik. Adanya darah dalam tinja selalau abnormal. Pemeriksaan
darah samar dalam tinja dapat dilakukan dengan menggunakan tablet reagens.
Prinsip pemeriksaan ini hemoglobin yang bersifat sebagai peroksidase akan
menceraikan hidrogen peroksida menjadi air dan 0 nascens (On). On akan
mengoksidasi zat warna tertentu yang menimbulkan perubahan warna.
Tablet Reagens banyak dipengaruhi beberapa faktor terutama pengaruh makanan
yang mempunyai aktifitas sebagai peroksidase sering menimbulkan reaksi positif
palsu seperti daging, ikan sarden dan lain lain. Menurut kepustakaan, pisang
dan preparat besi seperti ferrofumarat dan ferro carbonat dapat menimbulkan
reaksi positif palsu dengan tablet reagens. Maka dianjurkan untuk menghindari
makanan tersebut diatas selama 3-4 hari sebelum dilakukan pemeriksaan darah
samar. Pemeriksaan bilirubin akan beraksi negatif
pada tinja normal,karena bilirubin dalam usus akan berubah menjadi urobilinogen
dan kemudian oleh udara akan teroksidasi menjadi urobilin. Reaksi
mungkin menjadi positif pada diare dan pada keadaan yang menghalangi perubahan
bilirubin menjadi urobilinogen, seperti pengobatan jangka panjang dengan antibiotik yang diberikan peroral, mungkin memusnakan flora usus yang
menyelenggarakan perubahan tadi.
Dalam tinja normal selalu ada urobilin. Jumlah urobilin akan berkurang pada ikterus obstruktif, jika obstruktif total hasil tes menjadi negatif, tinja berwarna kelabu disebut akholik. Penetapan
kuantitatif urobilinogen dalam tinja memberikan hasil yang lebih baik jika
dibandingkan terhadap tes urobilin,karena dapat menjelaskan dengan angka mutlak
jumlah urobilinogen yang diekskresilkan per 24 jam
sehingga bermakna dalam keadaan
seperti anemia hemolitik dan ikterus obstruktif. Tetapi pelaksanaan untuk tes tersebut sangat rumit dan sulit, karena itu
jarang dilakukan di laboratorium. Bila masih diinginkan penilaian ekskresi
urobilin dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan urobilin urin.
2.4 Pengambilan
spesimen feses
Spesimen
feses diperlukan untuk skrining infeksi gastrointestinal, biasanya diperlukan sampel
feses sebesar kenari.
a.
Prosedur
pengambilan specimen feses (dewasa)
1. Jelaskan
prosedur pada ibu dan dapatkan persetujuan tindakan darinya.
2. Siapkan
alat :
1. Pispot
bersih.
2. Wadah
specimen feses dengan alat pengambil feses.
3. Sarung
tangan bersih
4. Minta
ibu untuk defekasi di pispot, hindari kontaminasi dengan urine.
5. Cuci
tangan dan pakai sarung tangan.
6. Dengan
alat pengambil feses, ambil dan masukkan feses ke dalam wadah specimen,
kemudian tutup dan bungkus.
7. Observasi
warna, konsistensi, dan adanya parasite pada sampel.
8. Buang
alat dengan benar.
9. Cuci
tangan.
10.Beri
label pada wadah specimen dan kirim ke laboratorium.
11.Lakukan
pendokumentasi dan tindakan yang sesuai.
b.
Prosedur pengambilan specimen feses (bayi)
Ikuti prosedur di atas, dapatkan
persetujuan tindakan dari orang tua dan ambil sempel langsung dari popok.
Peran dan
tanggung jawab bidan
Secara
garis besar peran dan tanggung jawab bidan adalah
1.
Menjelaskan prosedur
dan mendapatkan persetujuan tindakan.
2.
Melakukan pengambilan
specimen dengan benar.
3.
Melakukan
pendokumentasian yang benar.
Sepesimen Feses
Analisis
spesimen feses dapat memberikan informasi tentang kondisi klien. Beberapa
tujuan pemeriksaan feses meliputi:
1.
Untuk
menentukan adanya darah samar (tersembunyi ). Pendarahan
dapat terjadi akibat akibat ulkus, penyakit inflamasi, atau tumor. Pemerikasaan
untuk darah samar sering disebut sebagai uji guaiac, dapat dilakukan dengan cepat oleh perawat di klinik atau
oleh klien dirumah. Kertas guaiac yang digunakan untuk pemeriksaan sensitife
terhadap adanya darah pada feses. Makanan tertentu, obat, dan vitamin C dapat
menjadikan hasil pemeriksaan tidak akurat. Hasil positif-palsu dapat terjadi
bila klien baru saja memekan (1) daging merah; (2) sayuran atau buah-buahan
mentah; atau (3) obat-obatan tertentu
yang dapat mengiritasi mukosa lambung dan mengakibatkan pendarahan,
seperti aspirin atau obat anti inflamasi
nonsteroid (Nonsteroidal Anti
Inflamatory Drugs/ NSAID) yang lain, steroid sediaan besi dan antikoagulan.
Hasil negative-palsu terjadi bila klien mengonsumsi lebih dari 250 mg vitamin C perhari dari
semua sumber baik dari diet dan suplemen hingga 3 hari sbelum pengukuran-sekalipunjika
ada pendarahan.
2.
Untuk
menganalisis produk diet dan sekresi digestif.
Sebagai contoh , jumlah lemak yang brlebihan pada feses (steatore) dapat
mengindifikasikan absorpsi lemak yang terganggu pada usus halus. Penurunan
jumlah empedu dapat mengindifikasikan obstruksi cairan empedu dari hati
kekandung empedu ke dalam usus. Untuk
pemeriksaan jenis ini, perawat perlu mengumpulkan dan mengirim seluruh feses
pada satu kali defaksi, bukan sempel yang sedikit
3.
Untuk
mendeteksi adanya telur dan parasit. Ketika
mengumpulkan spesimen untuk pemeriksaan parasit,sampel harus segera
dibawa ke laboratorium saat masih baru. Biasanya, ada tiga specimen feses yang
di evaluasai untuk memastikan dan mengidentifikasi adanya organisme sehingga
dapat disusun pengobatan yang sesuai (Kec, 1999, hlm. 665).
4.
Untuk
mendeteksi adanya bakteri atau virus. Pemeriksaan
hanya membutuhkan sedikit feses karena spesimen tersebut akan dikultur. Wadah
atau tabung penampung harus steril dan teknik aseptik digunakan saat
mengumpulkan specimen. Feses perlu dikirim segera kelaboratorium. Perawat perlu
membuat catatan pada slip permintaan laboratorium bila klien mendapatkan
antibiotik.
2.5 Proses Keperawatan: Uji dan Spesmen Feses
Pengkajian
dan kebutuhan dapat meliputi aspek-aspek berikut ini:
1. Ketidak
nyamanan pada abdomen sebelum, selama, atau selama defaksi
2. Keadan
kulit perineal untuk memeriksa adanya iritasi, khususnya bila klien sering
defaksi dan bentuk feses cair
3. Intervensi
terkait dengan pengumpulan specimen. (mis., diet atau pengobatan yang
digunakan)
4. Adanya
hemoroid yang mungkin mengalami pendarahan (terutama penting untuk klien yang
mengalami konstipasi, karena pasi memperburuk hemoroid, dan pendarahan apasaja
dapat memengaruhi hasil pemeriksaan)
PERENCANAAN
Sebelum
pengambilan spesimen, tentukan alas an pengumpulan spesimen feses serta metode
yang benar dalam mengumpulkan data dan menanganinya (yaitu beberapa banyak
feses yang harus diambil, apakah dibutuhkan suatu bahan pengawet untuk
ditambahkan ke feses, dan apakah spesimen ini perlu dikirim secepatnya ke
laboratorium). Perawat perlu menginformasi itu ke bagian laboratorium. Pada
banyak situasi , hanya satu spesimen yang diperlukan; pada situasi lain,
pengumpulan spesimen feses sesuai waktu yang diperlukan, dan setiap feses yang
keluar keluar dikumpulkan selama periode waktu yang ditentukan. Periksa apakah
klien perlu diet bebas daging merah dan apakah dan apakah klien harus
menghentikan preparat zat besi sebelum uji darah samar.
PENDELEGASIAN
Pengumpulan dan pengambilan spesimen dapat dilakukan oleh
UAP. Walaupun demikian, perawat perlu mempertimbangkan pengumpulan sebelum
mendelegasikan tugas ini. Contohnya, pengumpulan spesimen feses secara acak
pada wadah feses dapat di delegasikan, tetapi kultur feses yang membutuhkan
swab steril pada tabung periksa harus dilakukan oleh perawat. Teknik
pengumpulan yang tidak benar dapat mengakibatkan hasil pemeriksaan tidak
akurat.
Tugas mengambil dan memeriksa
spesimen feses untuk darah samar dapat dilaksanakan oleh UAP. Perawat perlu
mengajarkan pada UAP untuk melaporkan kepada perawat bila terdeteksi ada darah
dan/atau bila hasil uji positif. Selain itu, spesimen harus disimpan agar perawat dapat mengulang
pemeriksaan.
Implementasi :
Teknik 4-3 Pengambilan
dan Pemeriksaan Spesimen Feses
Perlengkapan
Mengumpulkan Spesimen Feses
§ Pispot
atau commode yang bersih atau steril
§ Sarung
tangan disposable
§ Wadah
specimen dari plastic atau karton (berlabel) dengan penutup atau, hapusan
steril pada tabung periksa untuk kultur fases, sesuai kebijakan yang ada.
§ Dua
spatel
§ Handuk
kertas
§ Slip
permintaan laboratorium yang terisi lengkap
§ Penyegar
udara
Pemeriksaan Feses untuk
Darah Samar
§ Pispot
atau commode yang bersih.
§ Sarung
tangan disposabel.
§ Dua
spatel
§ Handuk
kertas
§ Alat
periksa
Persiapan
Kumpulkan
peralatan yang diperlukan.Pasang tanda di kamar mandi klien bila diperlukan
specimen feses sesuai waktu (missal, simpan semua feses).
Pelaksanaan
1.
Jelaskan kepada klien
apa yang akan anda lakukan, mengapa hal tersebut perlu dilakukan, dan bagaimana
klien dapat bekerja sama.Diskusikan bagaimana hasil pemeriksaan dapat digunakan
untuk merencanakan atau pengobatan selanjutnya.
Berikan informasi dan
instruksi berikut kepada klien yang dapat berjalan.
§ Tujuan
pengambilan specimen feses dan bagaimana klien dapat membantu mengumpulkanya.
§ Defekasi
pada pispot atau commode yang bersih atau steril.
§ Jangan
sampai spesimen terkontaminasi dengan urine atau rabas menstruasi, jika
memungkinkan.Berkemih dahulu sebelum mengumpulkan specimen.
§ Jangan
membuang tisu toilet ke dalam pispot setelah defekasi, karena kandungan kertas
dapat memengaruhi analisis laboratorium.
§ Beritahu
perawat secepat mungkin setelah defekasi, terutama setelah mendapatkan specimen
yang perlu segera dikirim segera ke laboratorium.
2.
Cuci tangan dan observasi prosedur
pengendalian infeksi lainnya yang sesuai.
Ketika mengambil sampel feses, yaitu
saat membawa pispot klien, saat memindahkan sampel feses ke wadah specimen,
saat membuang sisa feses pada pispot, perawat melakukan teknik aseptic medis
secara cermat.
3.
Berikan privasi
4.
Bantu klien yang
memerlukan bantuan.
§ Bantu
klien ke commade atau pispot yang dilettakkan di atas kursi di samping tempat
tidur atau di bawah dudukan toilet dikamar mandi.
§ Pasang
sarung tangan untuk menghindari kontaminasi pada tangan, dan bersihkan klien
sesuai kebutuhan.Inspeksi kulit sekitar anus untuk memeriksa adanya iritasi,
terutama bila klien sering defekasi dan fesesnya cair.
5.
Pindahkan sejumlah
feses yang diperlukan ke dalam wadah spesimen feses.
§ Gunakan satu atau dua spatel untuk memindahkan
sejumlah atau semua feses ke dalam wadah specimen, hati-hati agar tidak
mengontaminasi bagian luar wadah.Jumlah feses yang dikirim bergantung pada
tujuan pengumpulan spesimen feses.Biasanya, pemeriksaan cukup membutuhkan 2.5
cm feses yang berbentuk atau 15-30 ml feses cair.Untuk beberapa specimen waktu,
seluruh feses yang keluar mungkin perlu dikirimkan.Pus, mucus atau darah yang
terlihat harus disertakan dalam sampel.
§ Untuk
kultur, masukkan swab steril ke dalam specimen feses, terutama pada tempat yang
terdapat bahan fekal purulent.Letakkan swab ke dalam tabung periksa steril
dengan menggunakan teknik steril.
§ Untuk
periksa darah samar, lihat langkah 7.
§ Bungkus
spatel yang sudah digunakan dengan handuk kertas sebelum membuangnya ke dalam
wadah pembuangan.Tindakan ini membantu mencegah penyebaran mikroorganisme
melalui kontak dengan benda lain.
§ Tutup
wadah segera setelah specimen berada di dalam wadah.Menutup wadah segera dapat
mencegah penyebaran mikroorganisme.
6.
Pastikan klien dalam
keadaan nyaman.
§ Kosongkan
dan bersihkan pispot atau commode dan letakkan kembali ke tempatnya.
§ Lepaskan
dan buang sarung tangan.
§ Gunakan
penyegar udara untuk menghilangkan bau, kecuali dikontraindiksikan untuk klien
(missal semprotan yang dapat meningkatkan dyspnea).
7.
Beri label dan kirimkan ke laoboratorim.
·
Pastikan informasi yang
benar pada slip permintaan laboratorium pada tabel yang melekat kuat di wadah
spesimen. Identifikasi spesimen yang
tidak benar dapat menyebabkan kesalahan
diagnosis atau terapi untuk klien.
·
Atur spesimen agar
dibawa ke laboratorium. Spesimen untuk kultur atau pemerisaan paasit perlu
segera dikirim. Bila tidak memungkinkan, ikuti petunjuk pada wadah spesimen.
Pada beberapa institusi, pendinginan diindikasikan karena perubahan
bakteriologis terjadi pada spesimen feses dalam suhu ruangan. Jangan pernah
meletakan spesimen feses dalam tempat pendinginan yang berisi makanan dan
obat-obatan untuk mencegah konstaminasi.
Pemeriksaan
feses untuk darah samar:
·
Pilih alat periksa
·
Pasang sarung tangan
·
Ikuti petunjuk
pabrik. Sebagai contoh:
a. Untuk
uji guaiac, pulaskan feses dengan tipis pada handuk kertas
atau kertas saring dengan staple, dan teteskan reagen keatas pulaskan tersebut
sesuai petunjuk.
b. Untuk
Hematest, pulaskan dengan tipis pada
kertas saring, letakan tablet di tengah spesimen, dan tambahkan dua tetes air
sesuaipetunjuk
c. Untuk
slide Hemoccult, pulaskan fases
dengan tipis diatas lingkaran di dalam
pembungkus, dan teteskan reagen keatas pulasan. ( lihat Gambar 4-8).
·
Perhatikan reaksi.
Untuk pemeriksaan, warna biru mengidentifikasikan hasil positif, yaitu adanya
darah samar.
8.
Dokumentasikan semua informasi yang relevan.
·
Catat pengumpulan
spesimen pada catatan klien dan pada rencana keperwatan klien. Pencatatan
meliputi hari dan waktu pengumpulan dan seluruh pengkajian keperawatan (mis.,
warna, bau, konsistensi, dan jumlah feses); adanya unsur abnormal seperti darah
atau mukus; hasil pemeriksaan darah samar yang didapatkan; ketidaknyamanan
selama atau sesudah defaksi; keadaan kulit perineal; adnya pendarahan dari anus
setelah defaksi.
·
Untuk pemeriksaan darah
samar, catat tipe alat pemeriksaan yang digunakan dan reaksi yang terjadi.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Yang dimaksud dengan tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari
tubuh manusia melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di
sepanjang sistem saluran pencernaan (tractus digestifus).Mekanisme pengluaran
feses terdiri dari reflek defekasi intrinsik dan parasimpatis.Pemeriksaan feses
terdiri dari tiga yaitu pemeriksaan mikroskopis,makroskopis,dan kimia.
3.2 Saran
Hendaknya sebagai seorang
tenaga kesehatan dapat melakukan prosedur pengambilan spesimen feses yang baik
dan benar.Serta mampu mendokumentasikan dengan benar dan akurat.Sesuai dengan
prosedur pemeriksaan yang telah di tetapkan,demi terciptanya kepuasan klien.
DAFTAR PUSTAKA
Bauer JD, Ackerman PG, Toro G. Clinic
al Laboratory Methods, 8 ed, Saint Louis : The CV Mosby Company. p. 538.
Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinic,cetakan k-4,Penerbit Dian Rakyat 1970; p 152.
Hepler OE, Manual of Clinical Laboratory Methods, 4 ed. SprinfieldIllinois USA: Charles C Thomas Publisher 1956; p 124.
Hyde TA, Mellor LD, Raphael SS. Gastrointestinal tract in MedicalLaboratory Technology. ed, Raphael SS, Lynch, MJG
(eds),Philadelphia: WB Saunders Company, 1976: p. 209. Hematest, Leaflet ; Ames Company, Division Miles Laboratory
Sumber : Johnson, Ruth.2004.Praktik
Kebidanan.Jakarta:EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar